TERASKATAKALTARA,TANJUNG SELOR – Pengamat Ekonomi Kaltara, Aslan menilai, Instruksi Presiden terbaru tentang efisiensi anggaran, mengandung “paksaan” kepada daerah untuk membangun kemandirian ekonomi. Begitu pula bagi Kaltara yang saat ini sangat bergantung dengan dana transfer.
“Pemotongan dana transfer memiliki semangat baru. Ini yang harus dibaca oleh pemerintah daerah, bahwa kita harus juga memperkuat kemandirian fiskal: tidak melulu bergantung kepada pusat,” ujar Aslan kepada TerasKataKaltara, Jum’at (28/2).
Menurut dosen pakar ekonomi pembangunan asal Unikaltar itu, sinyal memperkuat fiskal daerah sudah ada sejak lama. Namun secara teknis belum terimplementasi dengan maksimal.
“Nah Inpres ini kita bisa lihat banyak yang dipotong, dana-dana apa saja yang bisa diefisiensi. Misalnya perjalanan dinas, seremonial, kegiatan-kegiatan yang tidak penting, itu tidak ada lagi, dipangkas,” ungkapnya.
Kepada Koran Kaltara, Aslan kerap menyampaikan pandangannya tentang lumbung perekonomian daerah yang perlu dimaksimalkan. Ia berpendapat, jika pundi-pundi pendapatan asli daerah bisa digarap maksimal, maka perekonomian dan pembangunan juga tidak bakal terseok-seok.
“Dalam beberapa kesempatan, baik kepada teman-teman media maupun forum resmi bersama pemerintah daerah dan swasta, saya dan teman-teman praktisi selalu menyampaikan bahwa kita diperhadapkan dengan ketidakpastian ekonomi, kemudian dana transfer terus berkurang. Maka, daerah perlu menggali potensi yang dimiliki untuk menjadi pendapatan,” jelasnya.
“Kenapa ini penting, karena kemandirian fiskal daerah juga berdampak luas pada perekonomian. Apalagi perekonomian kita di Kaltara, paling besar kontribusinya adalah dari anggaran pemerintah. Maka jika fiskal daerah ini terjaga, dampak berganda itu akan terasa,” lanjut Aslan.
Dia lantas berpendapat bahwa berbagai regulasi Presiden Prabowo dalam menjaga asa perekonomian nasional, harus dimulai dari daerah. Sehatnya perekonomian daerah, akan mendukung keuangan negara.
“Memang kita punya hak dana bagi hasil dari pendapatan negara yang ditarik dari daerah kita. Tapi kita juga perlu melakukan terobosan lain agar tidak selalu bergantung dengan transfer pusat. Ada sektor pajak atau retribusi yang bisa kita maksimalkan,” urainya.
Pemda, menurut Aslan, sudah harus keluar dari zona nyaman penerimaan anggaran negara melalui dana transfer. Ke depan, bisa saja dana transfer bakal berkurang, walaupun saat ini masih dalam opsi efisiensi.
“Tafsir kebijakan ekonomi memang seperti itu. Semua bisa terjadi, ada perubahan-perubahan pola pengelolaan fiskal, dan kita, Pemda harus siap dengan situasi apapun, bahkan terburuk sekalipun. Setiap perangkat daerah sudah harus menyiapkan ladang pendapatan yang dapat diambil hasilnya untuk PAD,” pesan Aslan.
Dengan terbukanya sumber PAD, maka ekonomi Kaltara tidak terguncang meski ada pemangkasan dana transfer. “Kalau sudah mandiri secara ekonomi, maka target-target pembangunan bakal terwujud lebih cepat. Karena uangnya ada, kita sendiri yang hasilkan,” pungkasnya.