TERASKATA, Bulungan — Lembaga yang seharusnya menjadi rumah rakyat kini justru kehilangan marwahnya. Satu demi satu masalah mencuat dari gedung wakil rakyat, mencoreng kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif di Kabupaten Bulungan.
Akuntabilitas Diragukan: Kwitansi Fiktif hingga Ijazah Palsu
Temuan terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kwitansi perjalanan dinas fiktif atau diduga palsu menjadi tanda bahwa integritas dan akuntabilitas sebagian anggota DPRD patut dipertanyakan. Ketua HMI Cabang Tanjung Selor, Zulfikar, menyoroti ironi ini.
”Rakyat patuh membayar pajak, sementara wakilnya justru diduga ‘bermain’ dengan uang perjalanan dinas. Ini bukan lagi kesalahan administratif, ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik,” tegas Zulfikar.
Belum selesai dengan isu perjalanan dinas, publik juga dikejutkan dengan kabar dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu anggota DPRD Bulungan. Bahkan, satu orang telah ditetapkan tersangka oleh Polda Kalimantan Utara atas dugaan pembuatan ijazah palsu.
”Ironis, ketika rakyat diminta jujur dalam urusan administratif, justru wakilnya melanggar aturan yang paling mendasar yaitu kejujuran,” tambahnya.
Krisis Moral dan Hukum: Perselingkuhan hingga Pengeroyokan
Deretan masalah internal anggota dewan semakin memprihatinkan. Isu moral perselingkuhan dan penelantaran istri yang menyeret salah satu anggota dewan telah meruntuhkan nilai-nilai sosial yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga tersebut.
Lebih jauh, dua anggota DPRD lainnya diduga terlibat dalam kasus pengeroyokan terhadap seorang ketua kelompok tani.
”Wakil rakyat seharusnya menyelesaikan masalah rakyat, bukan menambah daftar kekerasan di tengah masyarakat. Sebuah tindakan yang tidak hanya melukai fisik korban, tetapi juga melukai nurani masyarakat Bulungan,” ujar Zulfikar dalam keterangannya.
Tuntutan HMI: Krisis Kepercayaan Institusional
Melihat deretan persoalan ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tanjung Selor menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan moral. DPRD, menurut HMI, seharusnya menjadi tempat menyelesaikan masalah rakyat, bukan tempat berkumpulnya masalah pribadi, moral, dan hukum para elit politik.
Zulfikar menegaskan puncak kegelisahan publik:
“Rakyat kini bingung harus mengadu ke siapa. Ketika lembaga yang seharusnya menjadi corong aspirasi justru dipenuhi oleh orang-orang yang tersandung kasus, itu tanda bahaya bagi demokrasi lokal. Ini bukan sekadar krisis moral individu, tapi sudah menjadi krisis kepercayaan institusional.”
Oleh karena itu, HMI Cabang Tanjung Selor menuntut penegakan hukum yang transparan dan tegas tanpa pandang bulu, serta pembersihan internal DPRD Bulungan secara menyeluruh. HMI menyerukan agar masyarakat tidak lagi diam.
”Rakyat Bulungan berhak atas lembaga legislatif yang bersih, berwibawa, dan benar-benar bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok,” tutupnya.
(Kamis, 13 November 2025)







